(Sumber M. Berry Santoso: BUKU wisata hati)....Pernahkah Anda merasakan ada yang hilang, sementara Anda tidak tahu apa jawabannya? Bila ya, lakukanlah kebaikan. Niscaya Anda akan temukan apa yang hilang
tersebut.
Sukses di usia muda. Itulah impian Andi. Hal ini menjadi target hidup Andi. la begitu terobsesi dengan impiannya, sehingga ia benar-benar meluapkan seluruh energinya untuk menemukan satu kata, kesuksesan!
Andi dikaruniai keadaan fisik dan nonfisik yang mendukung. Dalam beberapa tahun, ia menemukan dirinya dalam kesuksesan yang di atas rata-rata. Kendaraan roda empat berbanderol 300-an juta, rumah mewah plus kebun indah, bisa liburan kapan dia mau, bisa liburan ke mana dia mau. Pokoknya sukses.
Tapi yang terjadi justru ia kesepian. Di puncak kemapanannya ia merasa kosong, la malah tidak tahu apalagi tujuan hidupnya, la merasa belum lengkap menjadi manusia.
“Siapa yang tidak memiliki Allah dalam kehidupannya, ia akan merasa kesepian.”
Andi adalah sosok yang bekerja cerdas, bukan bekerja keras. Menurutnya, definisi bekerja keras akan menghilangkan kesenangan hidup, la bekerja cerdas. Dan karenanya pula, menurutnya, ia bisa mengatur waktu untuk keluarganya.
Saat itu, saat kekosongan melanda hati dan menyelimuti kehidupannya, sebenarnya ia berhasil menegakkan kehormatan keluarganya. Setidaknya istri dan anak-anaknya. Tapi mengapa ia masih merasakan kekosongan?
Persis seperti Effendi Khoir (pernah ditulis kisahnya di Wisata Hati), suatu hari ia menemukan jawabannya, la keluar dari rumahnya, mencari yang bisa ditolong dan mencari mereka yang membutuhkan pertolongan.
Dari mana ia mendapatkan ide ini? Entahlah. Menurut pengakuannya, hal ini timbul saja dengan sendirinya. Dan ajaib! Ketika ia baru mulai berniat (belum melakukan), hawa sejuk sudah mengalir dalam tubuhnya. Kesejukan itu juga berembus demikian segarnya di hati dan pikirannya. Memantapkan langkahnya untuk menolong sesama.
Yang pertama ditujunya adalah Anwari, satpam di lingkungan perumahannya, la pernah mendengar anak Anwari ini terancam akan dikeluarkan dari sekolahnya, karena menunggak SPP tujuh bulan. Yang kedua, adalah saudara istrinya, yang dulu sering datang meminta bantuan tapi ia tolak terus. Yang ketiga, ia mulai mau berkenalan dengan sajadahnya kembali.
Satu demi satu kebaikan ia lakukan. Seiring dengan itu, kekosongan batinnya mulai terisi.
Andi akhirnya berhasil menemukan jawabannya. Bahwa selama ini ia hanya memenuhi hasrat jasmaninya saja tanpa upaya pemenuhan hasrat ruhaninya. Dan ini yang membuat seolah Allah lari dari kehidupannya.
Sebab Allah berarti kebahagiaan. Sedangkan kebahagiaan yang ada pada materi di luar Allah, sifatnya semu.
Bolehlah kita meniru apa yang dilakukan Andi untuk menemukan kelengkapan bagi kebahagiaannya. Yaitu dengan melakukan kebaikan. Kejarlah apa-apa yang bisa memberikan kita kebahagiaan. Setelah itu, berbagi rasa. Berbagi rasa inilah kekayaan kebahagiaan yang sebenarnya.
{Kemampuan melakukan kebaikan akan menentukan kualitas kebahagiaan kita sendiri.}
munajat
Susahkah melakukan kebaikan, ya Rabb? Mestinya mudah. Tapi kenapa hamba masih merasakan kesulitan �tuk berbuat baik? Adakah jawabannya karena hamba masih merasa bahwa kebaikan itu untuk orang lain? Padahal untuk diri hamba sendiri akibat baiknya? Adakah jawabannya karena hamba masih merasa bahwa melakukan kebaikan itu mneguntung- kanorang lain? Padahal untuk diri hamba sendiri keuntungannya?
Oh, kiranya Zat Yang Memberikan Pemahaman dapat memberikan keyakinan pada hamba, bahwa segala kebaikan yang hamba lakukan adalah kembali pada diri hamba sendiri. Bukan untuk keuntungan orang lain, dan bukan pula sebuah kerugian.baca... kalo menarik... shere....
berbagilah....
kopas dari : http://berrysantoso.abatasa.com/post/detail/9616/ketika-hati-menjadi-kosong