Dari dulu hingga sekarang, moralitas dan etika adalah masalah serius yang dihadapi oleh setiap bangsa yang mendambakan kemajuan peradaban bangsanya. Betapa tidak, dari zaman ke zaman persoalan tersebut masih relevan untuk dikaji. Apalagi ditengah kondisi bangsa ini sedang mengalami kemerosotan moral bahkan kehilangan jati diri sebagai bangsa yang bermoral dan memiliki etika yang baik.
Dewasa ini persoalan umat manusia kian hari semakin bertambah. Ragam permasalahan yang dihadapi menjadikan umat manusia terdesak untuk mencari solusi. Meskipun telah banyak langkah-langkah tertentu yang ditawarkan dari berbagai pihak, tapi tidak semua tawaran tersebut mampu menjadi solusi utama.
Dalam keterkaitan fenomena tersebut, Islam muncul ke permukaan tidak hanya sebagai ajaran agama bagi umatnya, tapi juga merupakan sistem ajaran moral yang mudah dan menyeluruh (kaffah) bagi umat manusia. Sebab jauh sebelum puncak kejayaan peradaban manusia seperti sekarang ini, Allah Swt. telah mengajarkan manusia tentang akhlak dan kebaikan melalui para nabi dan rasul-Nya.
Persoalan etika dalam Islam dimuat dalam Al Quran dan hadits. Sumber tersebut merupakan batasan–batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia. Sebagai umat Islam yang baik tentu selalu menjadikan kedua sumber hukum tersebut sebagai rujukan bersikap.
Terkait perihal di atas menurut hemat penulis, selain memahami konsep etika secara teori perlu ada konsep secara praktik di dalam kehidupan. Maka dari itu penulis tertarik mengkaji persoalan etika muslim di dalam kehidupan sehari-hari dengan judul “Etika Sehari-hari dalam Perspektif Islam”. Adapun kajian ini difokuskan pada sub topik tertentu, antara lain:
1. Keutamaan Konsep Etika Islam
2. Etika sehari-hari cermin akhlak Islami
3. Pribadi Islami Inspirasi berakhlak Mulia.
Semoga pilihan sub topik ini dapat menggugah nurani penulis dan pengkaji ilmu etika sehingga selain paham secara teoritis, juga mampu secara aplikatif.
1. Keutamaan Konsep Etika Islam
Secara umum, etika Islam adalah sistem moral atau akhlak yang berdasarkan Islam. Dan secara umum akhlak atau moral itu terbagi atas 1. moral yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akhirat. 2. moral yang sama sekali tidak berdasarkan kepada kepercayaan kepada Tuhan, moral ini timbul dari sumber-sumber sekuler (H.A. Mustofa,1999:149).
Al-Ghazali mengatakan, masalah akhlak itu terbagi kepada akhlak yang baik dan akhlak yang buruk. Akhlak dalam hal ini berarti kelakuan-kelakuan yang juga berarti ilmu kesopan, ilmu kesusilaan, etika, budi pekerti, atau moral. Dalam Islam, akhlak itu ditujukan keada Allah, kepada manusia, dan makhluk-makhluk yang lainnya.
Sahilun A.Nasir dalam H.A.Mustofa (1999: 151) menyebutkan akhlak Islam itu berkisar pada:
1. Tujuan hidup setiap muslim ialah menghambakan diri kepada Allah dan untuk mencapai keridhaan-Nya.
2. Keyakinan terhadap kebenaran wahyu membawa pada konsekuensi logis sebagai standa pedoman utama bagi setiap moral muslim.
3. keyakinan pda adanya hari akhir, mendorong manusia untuk menjadi sebaik mungkin.
4. Ajaran Islam meliputi segala segi hidup dan kehidupan manusia. Islam tidak hanya mengajarkan, tetapi menegakkan.
Selain itu, etika Islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan mental. Dikatakan demikian, sebab mengutip H.A. Mustofa (1999: 152) bahwa etika Islamiyah memiliki ciri-ciri khusus:
1. Kebajikan yang mutlak
Karena Islam telah menjamin kebaikan yang murni baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat dalam setiap keadaan dan waktu bagimanapun. Berbeda dengan etika buatan manusia, tidak bisa menjamin kebajikan dan berpihak pada golongan tertentu.
2. Kebaikan yang menyeluruh
Islam itu menjamin kebaikan untuk seluruh umat manusia, di segala zaman, dan tempat. Islam menciptakan akhlak yang mulia, sehingga bisa diterima jiwa dan akal.
3. Kemantapan
Islam menjamin kebaikan yang mutlak dan sesuai pada diri manusia. Ia bersifat tetap, langgeng dan mantap, sebab yang mencipakannya adalah Tuhan yang bijaksana, yang selalu memeliharanya dengan kebaikan yang mutlak.
4. Kewajiban yang dipatuhi
Wajib ditaati karena ia mempunyai daya kekuatan yang tinggi menguasai lahir dan batin, dalam setiap keadaan, juga tunduk pada kekuasaan rohani yang dapat mendorong untuk tetap berpegang teguh kepadanya.
5. Pengawasan yang menyeluruh.
Islam adalah pengawas hati nurani dan akal yang sehat, Islam menghargai hati nurani bukan dijadikan tolak ukur dalam menetapkan beberapa usaha.
1. Etika Sehari-hari Cermin Akhlak Islami
Muhammad Khair Fatimah dalam bukunya Etika Muslim Sehari-hari, beliau memahami bahwa etika muslim diidentikan dengan adab sehari-hari Rasulullah Saw. Pendapat senada dikemukakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Minhajul Qashidin (Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk). Namun sedikit berbeda dengan Muhammad Said Mursi (2004:120-200) dalam karyanya yang berjudul Panduan Praktis dalam Pergaulan, selain mengulas etika dari adab-adab Rasulullah Saw. beliau juga menambahkan etika-etika umum yang masih sesuai dengan napas Islam.
Dari ketiga pemikiran dan pemahaman ulama dan cendikiawan muslim tersebut dapat diketahui bahwa landasan etika sehari-hari yang mencerminkan akhlak Islami adalah tuntunan akhlak Rasulullah Saw yang dicerminkan beliau dalam adab sehari-harinya.
Berikut ini beberapa konsep etika yang menjadi cermin dari akhlak Islami seseorang.
I. Etika Rutinitas Sehari-Hari
Adapun etika rutinitas yang dimaksud adalah aktivitas sehari-hari seorang muslim yang semestinya menjadi ciri kepribadiannya dimulai dari tidur, bangun tidur sampai tidur kembali. Artinya perbuatan sekecil apapun yang telah menjadi kebiasaan sehari-hari sudah sepantasnya sesuai dengan tuntunan dari Rasulullah s.a.w sebagai suri teladan umat Islam. Sehingga apapun perbuatan itu, jika meneladani akhlak Beliau s.a.w akan bernilai ibadah di sisi Allah s.w.t.
Di sini penulis hanya mencantumkan beberapa etika muslim yang terkait dengan kebiasaan sehari-hari atau telah menjadi rutinitas, seperti ketika akan tidur dan bangun dari tidur, ketika makan, beristinja, dan berpakaian.
Etika Tidur dan Bangun (etikamuslim.googlepages.com)
a. Introspeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur.
Sangat dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuhasabah (berintrospeksi diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah swt. dan jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.
b. Tidur dini
Berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah rah. "Bahwasanya Rasulullah s.a.w. tidur pada awal malam dan bangun pada pengujung malam, lalu beliau melakukan shalat".(Muttafaq `alaih)
c. Disunnatkan berwudhu sebelum tidur, dan berbaring miring sebelah kanan.
Al-Bara' bin `Azib ra. menuturkan : Rasulullah s.a.w bersabda: "Apabila kamu akan tidur, maka berwudlu'lah sebagaimana wudlu' untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan..." Dan tidak mengapa berbalik kesebelah kiri nantinya.
d. Disunnatkan pula mengibaskan seprei tiga kali sebelum berbaring.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Apabila seorang dari kamu akan tidur pada tempat tidurnya, maka hendaklah mengirapkan kainnya pada tempat tidurnya itu terlebih dahulu, karena ia tidak tahu apa yang ada di atasnya..." Di dalam satu riwayat dikatakan: "tiga kali". (Muttafaq `alaih).
e. Makruh tidur tengkurap
Abu Dzar Radhiallahu'anhu menuturkan :"Nabi s.a.w pernah lewat melintasi aku, dikala itu aku sedang berbaring tengkurap. Maka Nabi s.a.w membangunkanku dengan kakinya sambil bersabda :"Wahai Junaidab (panggilan Abu Dzar), sesungguhnya berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya penghuni neraka". (H.R. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
f. Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur.
Dari Jabir ra diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah s.a.w telah bersabda: "Padamkanlah lampu di malam hari apa bila kamu akan tidur, tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan minuman". (Muttafaq'alaih).
g. Membaca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah, Surah Al-Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas)
h. Membaca do`a-do`a dan dzikir yang keterangannya shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam,
Misalnya : membaca: Bismika Allahumma Amuutu Wa ahya
” Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku mati dan aku hidup.” (HR. Al Bukhari)
i. Apabila di saat tidur merasa kaget atau gelisah atau merasa ketakutan, maka disunnatkan (dianjurkan) berdo`a dengan do`a berikut ini :
“ A’uudzu bikalimaatillaahit taammati min ghadhabihi Wa syarri ‘ibaadihi, wa min hamazaatisy syayaathiini wa an yahdhuruuna.”
Aku berlindung dengan Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan dan kehadiran mereka kepadaku”. (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al Albani)
Hendaknya apabila bangun tidur membaca :
”Alhamdu Lillahilladzii Ahyaanaa ba’da maa Amaatanaa wa ilaihinnusyuuru”
"Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan kepada-Nya lah kami dikembalikan." (HR. Al-Bukhari)
Etika Makan Dan Minum
a. Berupaya untuk mencari makanan yang halal. (Al-Baqarah: 172).
b. Hendaklah makan dan minum diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada Allah.
c. Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor.
d. Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada.
e. Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur.
f. Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah.
g. Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang ada di depanmu. Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum.
h. Disunnatkan minum sambil duduk.
Etika Istinja (Buang Hajat)
a. Segera membuang hajat.
b. Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat).
c. Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah.
d. Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat.
e. Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja.
f. Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir)
g. Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan.
h. Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk.
i. Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat.
j. Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing.
k. Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat.
Etika Berpakaian Dan Berhias
a. Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih.
b. Pakaian harus menutup aurat.
c. Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya.
d. Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan terpaksa.
e. Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menutup seluruh badannya, termasuk kedua kakinya.
f. Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau lainnya.
g. Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih.
Dari pemaparan di atas, muncul pertanyaan, apakah setiap mereka yang mengaku muslim telah mengetahui dan mengamalkan etika tersebut, berapa banyak yang mengetahui dan sanggup mengamalkannya ?, tentu sebagai umat Islam, tidaklah cukup menjawabnya dengan lisan. Ini adalah tugas umat untuk menyerukan kembali bahwa betapa mulia akhlak Rasulullah s.a.w dalam menjaga kesucian pribadi Beliau. Pertanyaan tersebut bisa terjawab jika umat ini mau berjuang menegakkan sendi kehidupan yang Islami di masyarakat. Barulah jelas, siapa saja yang tegar dengan karakter keislamannya dan siapa pula yang ingkar dengan simbol keislamannya.
Menurut hemat penulis, kepribadian muslim yang kaffah (sempurna) dibentuk bermula dari lingkungan keluarga yakni pendidikan akhlak Islami di rumah tangga. Penanaman nilai-nilai moral kepada anak melalui teladan yang baik dari kedua orang tua sangat mendukung terbinanya generasi umat yang berakhlak luhur.
Dengan begitu, tidak cukup pembinaan akhlak Islami itu ditegakkan secara individu. Perlu adanya hubungan antar anggota keluarga terutama interaksi anak dengan kedua orang tuanya, hidup bertetangga, dan bermasyarakat. Ketiga lingkup kehidupan tersebut yakni pribadi, keluarga dan masyarakat harus selaras dalam mencitraan lingkungan yang kondisif . Kondusif yang dimaksud adalah kondisi lingkungan yang sangat mendukung individu dan kelompok masyarakat berakhlak Islami.
II. Etika Berinteraksi di Rumah
Penulis mengutamakan nilai etika ditegakkan melalui hubungan antar pribadi di dalam rumah. Dari sekian banyak hubungan antarsesama anggota keluarga, paling utama dan harus diutamakan adalah etika terhadap kedua orang tua.
Etika terhadap Kedua Orang Tua (dikutip dari Muh. Said Mursi, 2004: 130).
a. Taat selama bukan dalam maksiat.
b. Berbicara dengan lembut, sopan.
c. Menyambut mereka dengan senyum sambil mencium tangan mereka.
d. Menghormati dan memuliakan kerabat dan sahabat mereka.
e. Belajar dengan rajin dan berusaha meraih prestasi.
f. Berdoa dan memintakan ampun buat mereka. Dan lain-lain.
C. Etika Berinteraksi di Luar Rumah
Interaksi sosial di masyarakat akan terwujud jika individu atau anggota keluarga mau memulai dari lingkup terdekat yakni tetangga. Sulit dipahami jika ada sebuah keluarga mengaku ramah dengan masyarakat sekitar sementara diketahui hubungan dengan tetangga disebelah tidak akur.
Etika dengan Tetangga
Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, sebagaimana di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu :
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memu-liakan tetangganya”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan: “hendaklah ia berprilaku baik terhadap tetangganya”. (Muttafaq’alaih).
Adapun etika bertetangga (Muh. Said Mursi, 2004: 180):
a. Berkenalan
b. Tidak mengganggunya
c. Mengawasi dan menjaga rumahnya ketika dia tidak ada di rumahnya.
d. Ikut serta dalam acara pesta atau acara duka cita.
e. Tidak menyebarkan aib-aibnya
f. Tersenyum ketika berpapasan di jalan dan lain-lain
Masih banyak nilai-nilai etika di dalam kehidupan sehari-hari , di dunia pendidikan. Misalnya etika mahasiswa terhadap dosen haruslah menghormati dan menghargai begitu juga sebaliknya. Di dunia kerja, etika pimpinan kepada staf dan karyawan haruslah mengayomi, membimbing, dan memberikan upah yang sesuai sebaliknya staf dan karyawan harus menghargai dan menghormati pimpinan selagi pimpinan bersikap adil dan bijaksana. Belum lagi di lingkup pemerintahan, sebagai pemimpin harus siap melayani rakyatnya bukan malah sebaliknya.
Bicara tentang pemimpin, sosok bijaksana, idealis, amanah dalam memimpin umat hanyalah Rasulullah s.a.w. Belum ada pemimpin di muka bumi ini sekaliber Beliau. Akhlak beliau menjadi panutan semua kalangan, sebab misi yang beliau bawa adalah misi kemanusiaan yang bermoral dan kembali kepada fitrah sebagai hamba Allah s.w.t. Mengenal beliau menjadi inspirasi terbesar di sepanjang sejarah kebangkitan peradaban umat manusia.
3. Pribadi Islami Inspirasi berakhlak Mulia.
Dalam Islam, budi pekerti merupakan refleksi iman seseorang. Dan contoh atau suri tauladan yang paling baik dalam hal ini adalah Rasulullah s.a.w. Beliau memiliki akhlak yang sangat mulia, agung dan teguh. Sehingga sangat pantas, Allah mengangkat beliau sebagai pemimpin manusia (H.A. Mustofa, 1999: 152).
Pada intinya pribadi Islami yang dimaksud adalah keteladanan Rasulullah Saw. bagi umatnya. Dengan keteladanan beliau sebagai Nabi dan Rasul beliau memberikan contoh yang baik sesuai dengan amalan dan perbuatan sehari-hari beliau. Melalui suri tauladan beliau dalam mengemban amanah diberbagai peran seperti sebagai pemimpin umat, pemimpin perang, pedagang, kepala keluarga, dan lainnya tampak di dalam kepribadian beliau akhlak yang mulia.
Dengan kesabaran, keikhlasan dan keridhaan sebagai pemimpin umat manusia, Rasulullah menjadi inspirator bagi umat manusia untuk mengikuti jejak langkahnya. Hal tersebut terbukti dari kemuliaan kisah para sahabat dan pengikutnya yang shalih.
DAFTAR PUSTAKA
H.A. Mustofa, 1999, Akhlak Tasawuf, Bandung:CV.Pustaka Setia.
http://etikamuslim.googlepages.com/
Hussein Bahreisi, 1981, Ajaran-Ajaran Akhlak Imam Al-Ghazali, Surabaya: Al-Ikhlas.
Ibnu Qudamah, 1997.Minhajul Qashidin: Jalan Orang-Orang yang Mendapat petunjuk, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Muhammad Khair Fatimah, 1999. Etika Muslim Sehari-Hari, Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
Muhammad Said Mursi, 2004. Panduan Praktis Dalam Pergaulan, Jakarta: Gema Insani Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar