Selasa, 19 April 2011

Pencarian makna Cinta

Pencarian sebuah cinta adalah sebuah pencarian yang sudah berlangsung bersamaan dengan manusia yang sudah menyadari atas keberadaan dan apa kebutuhannya. Pertanyaannya apakah cinta itu ? Bagaimanakah wujudnya? Dan apakah yang diakibatkan oleh cinta yang hendak dicari oleh manusia itu?

Mari kita mulai dari cerita Plato yang sebelumnya sudah sering kita baca :

Suatu saat, Plato bertanya kepada gurunya, Socrates.

“Wahai guru, apakah hakikat cinta itu?”

Alih-alih memberikan jawaban, Socrates malah menyuruh muridnya

“Sekarang kau pergilah ke hutan di sana. Carilah satu ranting yang menurutmu paling bagus. Apabila kau sudah menemukannya, artinya kau sudah tahu apa itu cinta”.

Pergilah Plato menuju hutan. Di dalam hutan dia menemukan banyak ranting, berjam-jam dia memilah-milah mana ranting terbaik. Setiap kali dia menemukan ranting yang menurutnya terbaik, baru beberapa langkah berjalan, dia meletakkan ranting yang tadinya dianggap terbaik dan mengambil ranting yang lain, yang dianggapnya jauh lebih baik. Hingga akhir sore tiba, socrates keluar dari hutan menemui gurunya.

“Setiap aku melangkah, selalu kutemui ranting yang lebih bagus. Aku ingin membawa pulang semuanya, tapi yang kau izinkan hanya satu sehingga membuatku bingung menentukan mana yang terbaik. Setiap kumelangkah, selalu ada ranting yang lebih bagus. Aku selalu mencari kesempurnaan tapi hasilnya aku tak pernah puas.”, tukas Plato.

Socrates menjawab, “Itu lah cinta”.



Kalau menurut cerita Plato Cinta adalah sebuah pencarian dalam perjalanan hidupmanusia untuk menemukan seseorang yang terbaik untuk dimilikinya, namun sayangnya manusia hanya dibolehkan memilih satu dalam cinta. Dan dalam perjalanan hidup itu ternyata yang ada hanya yang “baik baik “. Karena sifat dasar manusia yang penuh keragua-raguan dan tidak pernah terpuaskan, selalu ingin mendapatkan yang terbaik maka pencarian atas cinta tersebut hanya menjadi sebuah kesia-sian atau nihilisme. Karena sebuah kesempurnaan yang hendak dicari dari sebuah cinta ternyata tidak pernah ditemuinya.

Pencarian makna cinta oleh kahlil Gibran Sang Nabi Pujangga banyak sekali. Penulis mencoba mengutip salah satu pemaknaan cinta dari salah satu syair-syairnya :

Cinta tak memberikan apa-apa kecuali dirinya sendiri dan tiada mengambil apa-apa pun kecuali dari dirinya sendiri.

Cinta tiada memiliki, pun tiada ingin dimiliki; Kerana cinta telah cukup bagi cinta.

Pabila kau mencintai kau takkan berkata, “Tuhan ada di dalam hatiku,” tapi sebaliknya, “Aku berada di dalam hati Tuhan.

“Dan jangan mengira kaudapat mengarahkan jalannya Cinta, sebab cinta, pabila dia menilaimu memang pantas, mengarahkan jalanmu.

Cinta tak menginginkan yang lain kecuali memenuhi dirinya. Namun pabila kau mencintai dan memerlukan kegairahan, biarlah ini menjadi kegairahanmu.

Kalau Gibran lebih jauh lagi menguraikan perihal pencarian atas cinta. Cinta itu tidak lain adalah manusia itu sendiri dalam perjalanan hidupnya. Dan apabila manusia itu hendak memberikan cintanya maka cinta yang hendak diberikan itu cuman dilewatkan perantara orang lain yang dicintainya, sebenarnya cinta itu hendak diberikannya untuk dirinya sendiri. Dan manusia yang hendak membagi rasa cintanya tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali demi kebahagian orang yang dicintainya. Karena bukan untuk kebahagian dirinya sendiri orang itu mencintai, dan mencintai hanyalah sebuah upaya belum pasti cinta yang hendak dibagi bisa menjadi kebahagian yang hendak dicinta. Cinta itu hanyalah sebuah upaya dari manusia untuk meluapkan hasrat-hasratnya sebagai penanda bahwa manusia itu hidup.

Lain lagi dengan Derrida, filsuf paling getol menafsirkan ulang teks ini. Ketika ditanyakan apakah itu “CINTA” ? Derrida malah balik menanya, cinta itu ” Apa” atau ” Siapa” ? Karena Ketika Anda bertanya cinta itu “apa”, Anda diminta juga untuk menjelaskan mengapa cinta itu disebut cinta. Nah, ketika Anda bertanya cinta itu “siapa”, maka Anda hanya diminta untuk menunjukkan di manakah cinta itu berada.

Menurut Derrida apabila kita mencoba hendak mengartikan cinta dengan mewujudnyatakan cinta dalam perjalanan hidup. Maka kita harus juga bisa menjelaskan kenapa hanya itu yang disebut cinta, dan yang lain menjadi bukan cinta. Padahal pada perjalanannya dunia ini semua berubah-rubah termasuk realitas dari cinta itu sendiri. Oleh karena dari itu bila kita mencoba mendefisinikan cinta malah mustahil bisa menemukannya. Contoh bila kita mendefesinikan cinta adalah sesuatu karena “indah”, apabila yang indah itu yang menjadi sebab tidak lagi ” indah” maka yang selama ini diyakini adalah cinta menjadi bukan cinta lagi. Namun apabila kita hanya bertanya ” Siapa” itu cinta kita cukup menunjuk saja cinta itu yang mana. Mungkin dirinya sendiri atau mungkin ” the other” yang lain diluar manusia itu yang hendak dicari. Bila manusia atau diluar manusia itu berubah-rubah demikian jugalah cinta itu dalam perjalanan pencariannya.

Terakhir penulis mau menutup tulisan yang terlalu singkat ini untuk bisa mengenali bahkan mungkin mustahil bisa menjawab ” Apa” itu cinta, atau ” Siapa ” itu cinta dengan teori psikoanalisnya Jaques Lacan tentang kesadaran dan ketidaksadaran ( kesadaran semu ).

Pada awalnya manusia mulai hidup diwaktu masih berbentuk janin, manusia sudah terpenuhi semua kebutuhannya termasuk juga cinta didalam tentunya. Dalam masa inilah cinta itu masih utuh, sempurna dan tidak membutuhkan apa-apa selain hidupnya itu sendiri. Manusia mulai dikenali akan cinta oleh orang lain selain dirinya sendiri, ketika sang ibu mulai memberikan ASI atau makanan lainnya ke bayi yang baru lahir tersebut untuk hidup. Akibatnya bayi itu pun mulai tahu kebutuhannya sendiri, disinilah cinta mulai terpecah. Antara kesadaran cinta manusia yang memerlukan orang lain dan ketidaksadaran manusia akan kecintaannya pada diri sendiri yang bisa berupa gairah, nafsu ataupun insting. Dan fase yang terakhir adalah ketika sang ibu sudah melihat si bayi adalah sebagai subyek yang lain. Dalam fase ini bayi telah bermetamorfosa menjadi manusia yang sudah bisa membedakan kesadarannya akan cinta ataupun kesadaran semunya akan cinta. Dan konflik antara cinta dalam kesadaran dan cinta ketidaksadaran manusia ini terus berlanjut dalam perjalanan hidupnya. Namun karena manusia terlanjur menganggap baik sebuah kesadaran, dan menilai buruk nafsu, gairah atau pun insting yang dimiliki manusia. Karena dianggap kesadaran semu yang dimiliki manusia tadi yang berupa nafsu, gairah ataupun insting adalah sesuatu yang tidak rasional dan berbahaya bila tak dikontrol. Maka yang tinggalpun cinta yang ada dalam manusia adalah tinggal sebuah kesadaran cinta. Cinta yang harus dipenuhi dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan ketidaksadarannya atas cintanya untuk dirinya sendiripun terabaikan.

Demikianlah cinta, yang dicoba dirasionalkan oleh manusia padahal cinta itu bukan hanya sekedar yang rasional!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar